Marwan Dasopang: Pembangunan Nasional Saatnya Berpihak pada Nias

Puluhan tahun berinteraksi dengan masyarakat di Kepulauan Nias, membuat sosok Marwan Dasopang mengenal betul kondisi alam dan sumber daya manusia di Nias. Dengan tegas pria ramah ini mengatakan tidak ada alasan Kepulauan Nias dikategorikan tertinggal. 
 
Sejak tahun 1992, Marwan telah menyaksikan betapa besarnya potensi alam dan manusia Nias untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Hanya saja potensi yang ada belum dimanfaatkan dengan maksimal. “ Dari sisi sumber daya alam, sebenarnya tidak ada alasan masyarakat di kepulauan Nias dikategorikan tertinggal, karena melimpahnya sumber daya alam. Tetapi perlakuan politik yang mengabaikan Nias beberapa dekade menjadikan sumber daya manusianya tidak kreatif dan malah menjadi apatis terhadap dirinya,” ungkap Marwan.


Kondisi ini membuat pria yang menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT RI) sejak Juli 2009, berani menyampaikan kepada Menteri PDT Ir.H.Helmy Faisal Zaini, bahwa mendorong Kepulauan Nias menjadi pusat pertumbuhan sangat mudah bila dibandingkan dengan daerah lain. Yang dibutuhkan hanya keberpihakan dan memberi akses pada masyarakat, maka kreatifitas segera muncul dan bisa menyelesaikan persoalannya sendiri. Karena pada dasarnya masyarakat Nias berkebudayaan tinggi dan penuh dengan kreatifitas.

Akhirnya pemikiran itu dapat diterima oleh menteri, dan sejak itu pula mantan Sekretaris PW NU Sumatera Utara periode 1995-1999 ini pun terus mengawal apa yang dia sebut tentang keberpihakan dan akses dari program yang ada di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT).

Nias akan Menjadi Daerah Impian Masyarakat Dunia

Sumber daya alam dan manusia Nias yang sangat berpotensi membuat pria yang memiliki motto hidup “Jujur Bersikap, Berani Bertindak” ini yakin, bahwa Nias dimasa yang akan datang menjadi daerah impian masyarakat dunia. Semua orang akan bangga bercerita telah sampai di Nias.

“ Saya berkeyakinan, Nias masa datang adalah daerah impian masyarakat dunia seperti Bali, semua orang akan bangga bercerita telah sampai di Nias. Itu terjadi bila potensi pariwisata telah tergarap dengan baik, kesuburan tanah sudah bisa dimanfaatkan, dan budaya berkeseniaan tinggi telah berkembang lagi,” tuturnya.
Menurut Marwan, tanah yang sangat subur harusnya bisa menjadikan sektor pertanian menjadi salah satu andalan. Namun sayang, saat ini sektor tersebut belum tergarap dengan baik. Karet yang selama ini menjadi unggulan masyarakat Nias, namun Nias sendiri tidak memiliki perkebunan karet. Kakao yang jadi penopang juga belum dikelola dengan maksimal. Ternak babi yang dijalankan secara tradisionil juga tak mampu memasok kebutuhan Nias.

Sektor pariwisata juga belum diolah dengan baik. Padahal, keindahan alam dan budaya Nias bisa dijadikan andalan.

Saat ini, salah satu yang menjadi kendalanya adalah infrastruktur di Pulau Nias belum memadai untuk menunjang pulau terluar ini sebagai negeri impian.

Membangun infrastruktur merupakan tugas pemerintah. Itu yang dimaksud pengagum Gus Dur dan Gorbachev ini dengan keberpihakan. Sedangkan yang perlu didorong pada masyarakat adalah kemahiran berkreatifitas. Upayanya memang harus membangun infrastruktur dan pemerintah daerah harus gencar meyakinkan pemerintah pusat atau juga mengundang investor.

“ KPDT sebenarnya ingin segera melepaskan Nias dari kategori daerah tertinggal, karena sumber daya alamnya sangat mendukung. Tetapi anggaran KPDT sangat terbatas. maka programnya juga bersifat stimulant. Baik infrastruktur berupa jalan, jembatan, irigasi, dermaga dll, juga pendidikan, kesehatan, pertanian berupa bibit, pupuk, obat obatan, ataupun penguatan kelembagaan,” katanya.

Penguatan kelembagan sangat penting karena ini faktor manusia. Jika kemandirian dan kreatifitas tinggi manusianya sudah muncul, maka sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Semua program KPDT bisa masuk sesuai permohonan daerah. Tergantung sisi apa yang paling mendesak dan berpotensi mendorong pertumbuhan dan munculnya kemandirian. Total anggaran bervariasi, antara 30 miliar sampai 50 miliar rupiah per kabupaten/kota. Hal ini ternyata menjadi andalan bila dibandingkan dengan kementerian lain.

Jatuh Cinta Kepada Nias

Menghabiskan masa kecil dalam suasana ketertinggalan dan keterbatasan telah menempa semangat pria kelahiran Pangikiran, Tapanuli Selatan (sekarang Padang Lawas), 12 Juni 1962 ini bertekad untuk maju. Akrab dan mahir dengan pisau penyadap untuk menderes, membuat bapak tiga orang anak ini paham betul tentang kehidupan para petani karet di Nias. Tak jarang, untuk mengetahui kondisi para petani secara langsung, Marwan rela keluar masuk desa dengan berjalan kaki puluhan kilometer.

Satu hal yang paling berkesan dari suami Ismah Amrina ini adalah karakter masyarakat Nias yang menurut dia masih menjunjung tinggi adat istiadat dan toleran terhadap perbedaan, “ Apa yang pernah diceritakan orang dari mulut ke mulut bahwa Nias itu sangat menakutkan ternyata tidak terbukti. Pulau Nias sangat indah. Masyarakatnya ramah dan terbuka terhadap pendatang,” ujarnya.

Ditanya soal makanan kesukaan bila berada di Nias, pria yang menyenangi lagu berlirik kritis ini menjawab sangat suka dengan menu ikan bakar dan gulai. “ Saya punya banyak tempat makan favorit saat berada di Nias. Saya sangat menggemari menu ikan bakar dan gulai. Di Nias, ikannya segar-segar,” tuturnya.
Pria yang aktif berorganisasi ini berjanji, dengan segala kemampuannya akan turut mendorong melepaskan Nias dari kategori daerah tertinggal , sehingga suatu saat nanti kerinduannya melihat Nias menjadi negeri impian masyarakat dunia bisa terwujud. [DESTY HULU]

Tulisan pernah dimuat di NiasPost.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar