Hingga kini belum ada yang bisa menjelaskan, bagaimana daun rumput pahit (so’i-so’i) yang tumbuh liar di pekarangan rumah bisa menjadi penawar luka. Cukup mengunyah beberapa daun zo’i-so’i kemudian kunyahan daun itu ditempelkan di mulut luka, dalam waktu sebentar, luka itu pun sembuh dan tidak perdarahan lagi.
Demikian
juga tanaman famatö gahe mbuyuŵu yang bermanfaat untuk mengobati dan
menyambung tulang yang sudah patah. Waow, tumbuhan yang hidup di rawa-rawa
ini ternyata sangat bermanfaat.
Di Pulau
Nias, pemanfaatan obat herbal ini sejak dahulu kala sudah dijalankan. Kondisi
alam yang kaya akan tumbuh-tumbuhan membuat kebiasaan menggunakan obat
tradisional bertahan hingga kini. Alam Pulau Nias menyediakan berbagai macam
tumbuhan atau tanaman obat yang begitu bermanfaat bagi masyarakat yang hidup di
pulau paling barat Sumatera ini.
Pengalaman
Nata’alui Duha, Wakil Direktur Museum Pusaka Nias (MPN) di Jalan Yos Sudarso,
Kota Gunungsitoli, yang juga menanam berbagai tanaman obat di kompleks MPN,
bisa menjadi bukti betapa obat-obat herbal ini begitu bermanfaat.
Diceritakan
Nata bahwa saat masih duduk di bangku sekolah dasar ia pernah mengalami patah
tulang pada kakinya. Hanya dengan menggunakan tumbuhan famatö gahe mbuyuŵu
kakinya yang patah pun bisa sembuh. “Saya mengalami patah tulang saat
bermain sepak bola. Kaki saya divonis harus diamputasi, tetapi ada
keluarga yang menyarankan berobat ke dukun kampung saja. Dukunnya menggunakan famatö
gahe mbuyuŵu.” ujar Nata Duha saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis
(5/1/2012).
Oleh dukun
tersebut, kaki Nata Duha dibalut dengan daun famatö gahe mbuyuŵu yang
terlebih dahulu sudah dioles minyak dan dilayukan di atas api. Setelah
lebih-kurang dari 2 bulan, terapi menggunakan tumbuhan, yang hingga kini belum
ditemukan nama bahasa Indonesianya, itu dijalani, akhirnya tulang yang patah
tersebut menyatu kembali.
Menggunakan
obat tradisional telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
masyarakat Nias, bahkan meskipun sudah berobat ke rumah sakit, masih banyak
masyarakat yang tetap menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
tersebut.
Tradisi
tersebut merupakan warisan nenek moyang yang sudah ada sejak ratusan tahun yang
lalu dan dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat berdasarkan
kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan setempat, baik bersifat magis, maupun
pengalaman.
Pada umumnya
masyarakat menggunakan obat tradisional dengan beberapa cara, dimakan langsung,
diperas kemudian airnya diminum, atau dilayukan untuk ditempelkan di bagian
yang sakit.
Mitos
Seputar Penyakit
Sebagian
besar masyarakat Nias masih percaya bahwa penyakit bukan hanya bersumber dari
dalam tubuh penderitanya, melainkan juga berasal dari makhluk halus. Saat sakit
setelah kehujanan di saat hari panas, misalnya, anak-anak disebut tesafo
(kesambat) atau diganggu oleh makhluk halus. Keyakinan soal tesafo ini
sudah mengakar dalam tradisi orang Nias.
Meskipun
saat ini sudah banyak beredar obat-obatan modern, masih saja ada masyarakat
yang menggunakan obat tradisional yang lebih dikenal dengan istilah dalu-dalu
mbanua atau obat kampung.
Salah satu
obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat adalah daun sotanga gari.
Konon, ada mitos yang mengatakan, bila seseorang memeras daunnya kemudian
tangannya gatal, berarti orang yang akan diobati bukan mengidap penyakit demam
biasa, tetapi tesafo. Ciri orang yang tesafo suhu badannya
langsung tinggi (mofa’aukhu).
Biasanya,
menurut keyakinan orang Nias, anak-anak yang di-“diagnosis” tesafo segera
diberi tanda salib di bagian kening menggunakan kapur, atau arang, dan bisa
juga dengan kunyit. Pemberian tanda salib itu dimaksudkan agar makhluk halus
yang mengganggu bisa ketakutan dan segera keluar dari tubuh sang anak.
Untuk
mengatasi demam karena tesafo biasanya meminum air perasan dari daun söfö-söfö
Tanaman Obat
Keluarga Sebagai Sumber Herbal
Salah satu
cara paling sederhana untuk melestarikan tanaman obat tradisional adalah
membuat tanaman obat keluarga (toga), dengan memanfaatkan sebidang tanah baik
di halaman rumah atau kebun untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat
sebagai obat tersebut.
Museum
Pusaka Nias sejak 2004 mempunyai program melestarikan warisan leluhur dalam hal
pengobatan tradisional. Berbagai jenis tanaman obat tumbuh subur di setiap
sudut kompleks museum. Obat tradisional yang sudah diolah kemudian dikemas dan
dijual dalam bentuk kering dan instan kepada pengunjung.
Obat
tradisional yang tersedia dalam bentuk kering, antara lain daun keji beling (Stachytarpheta
mutabilis), sambiloto (Andrographis paniculata) dan mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa), sedangkan yang sudah diolah dalam bentuk bubuk, antara lain
kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan
temulawak (Curcuma xanthorthiza).
Beberapa
tanaman obat yang dibudidayakan oleh Museum Pusaka Nias, antara lain adu
hara, laŵayö soyo, afoa, bunga kaowe, bio safusi,
bio soyo, ladari, söfö-söfö, sia’a ndru’u, siraya-raya,
sitamba, sotanga gari, manawa danö, mosu-mosu, boli,
olalu, famatö gahe mbuyuwu, sudu-sudu, binu mba’e, bulu
zamatohu, ma’ufa eu, susu si’a, sigöu, tutura, sofahamanu,
sobaŵa ŵagau, langu nekhe, maliwöwönu, lato, kano-kano.
Akhir-akhir
ini, tren hidup sehat pada masyarakat semakin digemari. Salah satunya dengan
menggunakan produk yang berasal dari alam. Di tengah-tengah serbuan
obat-obatan modern, obat tradisional tetap menjadi salah satu pilihan bagi
masyarakat, baik di pedesaan, maupun di perkotaan. Selain tidak menyebabkan
efek samping yang berarti, obat-obatan tradisional juga mudah didapat dan
harganya terjangkau.
Oleh karena
itu, obat-obatan tradisional perlu didorong untuk menjadi salah satu pilihan
pengobatan. Bahkan, untuk menjadi komoditas unggulan yang dapat
memberikan sumbangan positif bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Pemerintah diimbau untuk memberikan perhatian serius untuk mengembangkan
pembudidayaan tanaman obat keluarga ini.
Selain
menjaga gaya hidup bersih dan makan teratur, menggunakan obat tradisional akan
semakin membuat hidup lebih berkualitas. [DESTY HULU]
Tulisan pernah dimuat di www.nias-bangkit.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar