Antonius Dachi, Pemburu Ombak dari Sorake

 
 
Kecintaannya pada dunia selancar membuatnya terobsesi untuk menaklukkan gulungan ombak di lokasi-lokasi yang belum pernah tersentuh oleh peselancar mana pun. 

Bukan hanya untuk menyalurkan hobi yang sudah digemarinya sejak kanak-kanak, Antonius Dachi (28), bermimpi suatu hari nanti, para pecinta selancar dari berbagai belahan dunia bisa melakukan perjalanan keliling Pulau Nias untuk berselancar di berbagai tempat yang berbeda.

Bagi peselancar profesional, menentukan kelayakan suatu lokasi yang akan dijadikan tempat untuk berselancar bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya pengetahuan tentang alam di sekitar lokasi, namun juga dibutuhkan keberanian untuk mencoba menaklukkan gulungan ombak yang bisa mencapai belasan meter. Bila salah menyurvei, maka akibatnya bisa fatal.

“ Untuk beberapa point yang saya anggap berbahaya, saya selalu bertanya pada nelayan yang berada di sekitar lokasi, untuk mengantisipasi resiko isi alam, seperti misalnya keberadaan ikan hiu, dan situasi karang, setelah kita dapat informasi, kita baru bisa memutuskan, akan main atau tidak di point tersebut,” kata pria yang akrab dipanggil Anton ini.

Menurut pria kelahiran 15 Oktober 1985 ini, hal yang paling berbahaya pada olah raga selancar adalah karang-karang berdiri. “ Seperti saat menemukan salah satu point beberapa waktu lalu, keyakinan saya waktu main di tempat tersebut, di saat surut, banyak rumput laut terlihat di sekitar karang yang rata, ditambah informasi lainnya, akhirnya saya memutuskan untuk main di situ,” ujarnya.

Berbekal pengalaman saat melakukan ekspedisi di beberapa lokasi selancar di Bali, serta ilmu yang didapat saat mengikuti pelatihan pramuwisata tingkat junior yang diadakan oleh Unesco, peraih juara 1 kontes selancar di Bali pada tahun 1999 ini mulai mencari lokasi baru untuk berselancar. Tercatat ada beberapa lokasi selancar yang ditemukan oleh pengagum Luck Agen ini. Salah satunya Ema Right (2010), lokasi yang ditemukannya bersama salah seorang peselancar asing.

Awalnya Belajar Dengan Papan Selancar Patah

Sering menyaksikan para peselancar asing bermain di Sorake, membuat Anton yang saat itu masih kecil tertarik untuk mencoba olah raga bergengsi itu. “ Pertama kali belajar, papan selancar yang dipinjamkan seorang turis pada saya itu papan selancar yang sudah patah,” kenang Anton.

Kepada Takana, Anton menuturkan, saat ini dia selalu mewakili peselancar lokal adu kemampuan saat para peselancar profesional dunia berkunjung ke Nias Selatan. “ Untuk sekarang ini, saya bisa mewakili kita disaat para profesional dunia datang kemari,” imbuhnya.

Seorang fotografer Savier Arana pernah mensponsori ayah dua orang anak ini. Selama 3 bulan, mahasiswa STIE Nias Selatan ini bermain di beberapa lokasi selancar di Nias Selatan, dan fotografer tersebut membuat foto dokumenternya.

Pada tahun yang sama, fotografer asal Uruguay tersebut membawa Anton ke Bali untuk diikutsertakan dalam sebuah kontes lokal yang diselenggarakan oleh Magic Wave. Juara 1 yang berhasil dimenangkan oleh Anton pada kontes tersebut, membuat banyak pihak yang ingin menjadi sponsor pria yang fasih berbahasa Inggris ini.

Berbeda dengan teman-teman seangkatannya yang memilih bekerja di luar daerah dengan penghasilan yang tidak sedikit, hanya dengan berbekal sertifikat pelatihan pramuwisata tersebut, rasa tanggung jawab terhadap perkembangan dunia selancar di Pulau Nias, membuat Anton yang kini disponsori oleh salah satu merk papan selancar ini lebih memilih untuk tetap tinggal di tanah kelahirannya, sambil menunggu impiannya menjadi nyata. [DESTY HULU]

Biodata

Nama Lengkap : Antonius Dachi
Tempat Lahir    : Hilimaniamölö
Tanggal Lahir   : 15 Oktober 1985
Istri                   : Melianti Laia
Anak                 : 1. Wiji Falehamböwö Dachi
                            2. Ruben Zisökhi Dachi

Tulisan pernah dimuat di Tabloid Takana

Mengembalikan Roh Pariwisata di Nias Selatan

            
Di era 70-an hingga 80-an, roh pariwisata pernah hadir di Nias Selatan. Pesonanya mampu menghipnotis dunia hingga kawasan objek wisata dibanjiri wisatawan asing. Namun seiring berjalannya waktu, roh yang pernah mengharumkan nama Nias Selatan itu, menghilang entah kemana.

Para pemerhati hingga pelaku industri pariwisata angkat bicara. Lagi-lagi pemerintah daerah menjadi sasaran empuk untuk menumpahkan kekesalan. Pemerintah daerah dituding tidak peduli pada sektor yang menjadi andalan daerah berpenduduk 365.000 jiwa itu.

Uneg-uneg yang mengendap bertahun-tahun lamanya ditumpahkan saat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias Selatan mengajak para pemerhati dan pelaku industri pariwisata untuk berdiskusi. Namun para pelaku pariwisata di Nias menyambut positif langkah dinas kebudayaan dan pariwisata yang ingin menghidupkan kembali pariwisata di Nias.

“Jadi ada harapan baru, lebih-lebih kepala dinas baru begitu semangat. Titik terang itu sudah mulai kelihatan. Memang terus terang kita kaget, karena seakan-akan dinas pariwisata hidup kembali,” tutur Herman Waruwu, pengelola Pantai Baloho Central Beach dalam diskusi tersebut.

Lebih lanjut Herman berharap, ada pertemuan rutin antara pemerintah daerah dengan pemerhati dan pelaku industri pariwisata, sehingga bisa mencapai sebuah kesepakatan, dan yang terpenting, ada tindakan nyata yang dilakukan.

Dari Lampu Jalan Hingga Payung Hukum

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata punya pekerjaan rumah yang cukup banyak. Berbagai kritik dan saran dari para pemerhati dan pelaku industri wisata terus mengalir pada dinas yang kini dipimpin oleh Faböwösa Laia itu. Penerangan lampu jalan menjadi salah satu hal yang mendesak. Hal ini disebabkan sepanjang jalan menuju objek wisata Lagundri dan Sorake, bila malam hari suasana sepanjang jalan sangat gelap gulita.

Selain pemasangan lampu jalan, pembangunan jalan setapak di beberapa titik di area pantai Sorake juga jadi perhatian. Hal ini untuk memudahkan akses para peselancar ke lokasi selancar tanpa harus kesakitan karena menginjak karang. Pembuatan jalan setapak juga memudahkan proses evakuasi jika ada kecelakaan yang terjadi di laut.

Para pemerhati pariwisata juga menyarankan agar ada payung hukum dalam penetapan lokasi objek wisata, agar ada perlindungan terhadap pasir di sekitar objek wisata pantai, tata ruang, dan perlindungan terhadap potensi yang ada. Bahkan, mereka menyarankan agar penambang bahan galian golongan C yang selama ini semakin meresahkan diberikan shock therapy.

Kapal-kapal pariwisata dari luar daerah juga perlu ditertibkan. Selama ini, kapal-kapal tersebut dapat bebas keluar masuk tanpa memberikan kontribusi apa pun. Dengan membangun dermaga-dermaga labuh di sekitar objek wisata pantai, pengelola dermaga bisa menarik uang retribusi dari kapal-kapal tersebut Ini bisa menjadi sum-ber PAD.

Manajemen tatakelola pariwisata juga harus dibenahi. Seharusnya ada stardar pelayanan hotel dan restoran, sehingga wisatawan yang berkunjung betah dan merasa nyaman. Setiap karyawan harus tahu bagaimana seharusnya menyajikan sesuatu dengan baik, dan menyenangkan tamu. Hal bisa ini bisa diwujudkan melalui pelatihan pramusaji, pramuwisata, dan memberi pendidikan kepada masyarakat agar menjadi masyarakat yang sadar wisata. 

Paket wisata dengan penjadwalan yang rutin juga dapat menjadi salah satu daya tarik yang bisa diterapkan. Menyediakan fasilitas Wi-Fi di objek-objek wisata unggulan juga menjadi pertimbangan. Bahkan ada yang menyarankan agar beberapa kamera dipasang di pantai Sorake, sehingga seluruh dunia bisa menonton siaran langsung selancar melalui video streaming selama 24 jam non stop.

Pembentukan organisasi, seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA), Asosiasi Profesional Pariwisata Indonesia (ASPPI), juga dibutuhkan, supaya ada koneksitas antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat.

Tiga Pilar Harus Dikuatkan
 
Dalam program prioritas daerah Nias Selatan, bidang pariwisata berada pada urutan keempat setelah bidang pendidikan, kesehatan, dan tata ruang kota. “Pengembangan pariwisata bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah. Tiga pilar yang harus dikuatkan di sana, yaitu pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha,” tutur Faböwösa Laia, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias Selatan.

Menurut Faböwösa, perilaku masyarakat di sekitar objek wisata juga berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata, karena apapun sentuhan pariwisata yang mau dilakukan, kalau perilaku manusianya tidak terbuka terhadap pengembangan pariwisata, maka sampai kapan pun tidak akan berkembang. Itu salah satu hal sederhana yang harus dibenahi.

Karena keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan semua program dalam waktu bersamaan, maka pengembangan pariwisata cukup dimulai dari hal-hal yang kecil.

“Tidak perlu secara keseluruhan, cukup dengan cara bertahap. Contohnya, menghadirkan menu-menu pariwisata di objek-objek yang menjadi unggulan, seperti di pantai Lagundri, pantai Sorake, Desa Adat Bawömataluo, dan sekarang muncul idola baru, pantai Baloho Central Beach,” ujar Faböwösa Laia.

Faböwösa melanjutkan, roh pariwisata di Nias Selatan ini sudah pernah hadir. Daerah Lagundri, Sorake itu pernah banjir wisatawan asing. “Roh itu, kita harus jujur mengatakan sudah hilang. Mudah-mudahan dengan kebersamaan kita semua, pelan tapi pasti, kita akan mengem¬balikan roh pariwisata itu,” katanya.

Sementara salah seorang mahasiswa STIE Nias Selatan Jurusan Manajemen Harapan Bawaulu mengatakan, pariwisata Nias Selatan saat ini memang semakin berkembang. “Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian pemerintah daerah da¬lam penyediaan sarana dan prasarana,” ujar Harapan.

Dengan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha, maka roh pariwisata akan kembali hadir di Nias Selatan, dan siap menghipnotis dunia. [Desty Hulu]

Tulisan pernah dimuat di NiasPost.Com

Faduhusi Daely, Mengabdi Tanpa Henti


Pernah menjabat sebagai Pj Bupati ternyata tidak membuat sosok Faduhusi Daely merasa pengabdiannya sudah selesai. Dengan kerendahan hati bersedia ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah dari sebelumnya. Hanya untuk satu kata, pengabdian.

Selesai melaksanakan tugas sebagai Pj Bupati Kabupaten Nias Barat pada tahun 2010, pria yang akrab dipanggil Ama Ester ini memutuskan kembali bertugas di Kabupatn Nias Selatan. Alasannya sangat sederhana, karena belum pensiun.

“ Saya belum pensiun, kan sayang kalau tidak mengabdi. Karena kepegawaian saya dimulai di Nias Selatan, dan ada peluang yang diberikan oleh bapak bupati, maka saya memutuskan mengabdi kembali,” ujar Faduhusi, saat ditemui di Kantor Inspektorat Kabupaten Nias Selatan, Selasa (23/7).

Saat kembali mengabdi, pria 57 tahun ini dipercayakan menjadi Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi dan Keuangan. Setahun kemudian diangkat sebagai Asisten III Setda Kabupaten Nias Selatan.
Pada tanggal 22 Februari 2012, pengagum Gusdur dan Taufik Kiemas ini dilantik menjadi Inspektur Kabupaten Nias Selatan hingga sekarang.

Sebagai Inspektur, pria yang hobby membaca ini menjalankan tugas pengawasan internal di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan. Membantu bupati untuk memfasilitasi bila ditemukan ada pelanggaran.

“ Bila ditemukan ada pelanggaran, maka akan dilakukan pemeriksaan, pembinaan, dan lain sebagainya. Misalnya di bidang anggaran. Kami hanya memfasilitasi, dan mengarahkan, bukan menyidik. Bilamana ada yang belum sempurna, diperiksa dan diingatkan, kalau sudah terlanjur belum di spj-kan, ya kita ingatkan untuk dilengkapi, buku kas dilengkapi,“ tutur pria penyuka ikan bakar ini.

Ditanya soal pelayanan publik, pria tegas ini mengatakan selalu siap menerima pengaduan masyarakat. Misalnya penyalahgunaan raskin, atau dana bos. Maka pihak inspektorat akan menindak lanjutinya. Bila ditemukan ada pelanggaran, maka akan diperiksa secara khusus. Difasilitasi supaya jangan terulang, dan bila sudah terlanjur, wajib dikembalikan. Bila tidak, maka akan diarahkan ke penegak hukum.

Memulai Karir Sebagai Seorang Guru SD

Pria yang memiliki motto hidup “Bekerja bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain” ini tidak pernah menyangka akan menduduki jabatan sebagai PJ Bupati.

Pada tahun 1975, bapak lima anak ini memulai karirnya sebagai guru Sekolah Dasar Negeri di Telukdalam. Tidak pernah terpikirkan olehnya mengapa harus mengabdi di Telukdalam, bukan di Lahömi, Kabupaten Nias Barat,s daerah asalnya.

Saat memulai karir 39 tahun yang lalu, demi sebuah pengabdian, pria tegas ini rela berjalan kaki selama 3 hari 3 malam melewati jalan setapak dan menyusuri pantai dari Nias Barat menuju Nias Selatan.

“ Rupanya kehendak Tuhan lain. Baru saya mengerti, mengapa saya di tempatkan di sini. Bukan di Nias Barat dulu, bukan di kampung saya di Lahomi. Guru SD itu, tidak pernah bermimpi ada jabatan nanti. Namanya saja guru SD. Hanya mengajarkan anak-anak ini bapak budi. Menurut standar itu, paling-paling saya hanya bisa menjadi kepala sekolah, atau pengawas sekolah,” ujar pria yang menjalani hidup sehat tanpa merokok ini.

Rencana Tuhan Adalah Segalanya

Ditanya soal rencana ke depan, pria yang pada masa pemerintahannya sebagai PJ Bupati Nias Barat pernah melakukan terobosan-terobosan di daerah yang dipimpinnya itu mengatakan, semua terserah rencana Tuhan.
Bila Tuhan mengatakan harus mengabdi lagi, dan masyarakat menghendaki, dia tetap siap. Karena bagi pria ramah ini, sudah tidak lagi target dalam hidupnya yang harus dikejar. Pangkat yang sudah maksimum dan anak-anak yang sudah berhasil menurutnya itu sudah lebih dari cukup. Karena semua sudah diraih, maka yang dilakukannya hanya tinggal mengabdi. [DESTY HULU]

Biodata
 
Nama       : Faduhusi Daely, SPd
Lahir        : Onowaembo, 25 November 1956
Agama     : Kristen Protestan
Pekerjaan : PNS Kabupaten Nias Selatan
Istri          : Insani Halawa
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Anak : Ester Daely, Am.Kep, Surya Rh Daely, SKM, Triagus M Daely, SS, dr. Hetty Daely, Yeremia DP Daely, SE.


Pendidikan
Sekolah Dasar Negeri Onowaembo tahun 1968
Sekolah Menengah Pertama Negeri, Sirombu tahun 1971
Sekolah Pendidikan Guru Negeri, Gunungsitoli tahun 1974
Universitas Terbuka (D-II/Akta II PGSD) tahun 1997
STKIP Riama Medan (S-1) tahun 1999


Riwayat Jabatan
Tahun 1975 Guru SD Negeri
Tahun 1983 Kepala SD Negeri
Tahun 1994 Pengawas TK/SD Kecamatan Telukdalam
Tahun 1999 Kasi Dikdas Depdiknas Nias
Tahun 2001 Kasubbid Pengkajian TTG – BPM Nias
Tahun 2002 Kabid Pemanfaatan TTG – BPM Nias
Tahun 2004 Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2005 Plh Kadis Pendidikan Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2006 Kadis Pendidikan Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2008 Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2008 Kadis Pendapatan Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2009 Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2009 Pj Bupati Nias Barat
Tahun 2011 Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi dan Keuangan
Tahun 2012 Asisten III Setda Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2012 Inspektur Kabupaten Nias Selatan


Pelatihan Struktural dan Non Struktural
Diklat ADUM (Diklat Pim IV) di Medan tahun 1999
Diklat SPAMA (Diklat Pim III) di Sawangan, Bogor tahun 2000
TOT – Manager Hibah Belanda di Jakarta tahun 2001
Workshop Manager PKPS – BBM di Yogyakarta tahun 2005


Data Organisasi
Ketua PGRI Kabupaten Nias Selatan tahun 2007
Pengurus PMI Kabupaten Nias Selatan tahun 2007
Ketua GAMKI Kabupaten Nias Selatan tahun 2008
Ketua KORPRI Kabupaten Nias Selatan tahun 2008

Tulisan pernah dimuat di NiasPost.Com

Marwan Dasopang: Pembangunan Nasional Saatnya Berpihak pada Nias

Puluhan tahun berinteraksi dengan masyarakat di Kepulauan Nias, membuat sosok Marwan Dasopang mengenal betul kondisi alam dan sumber daya manusia di Nias. Dengan tegas pria ramah ini mengatakan tidak ada alasan Kepulauan Nias dikategorikan tertinggal. 
 
Sejak tahun 1992, Marwan telah menyaksikan betapa besarnya potensi alam dan manusia Nias untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Hanya saja potensi yang ada belum dimanfaatkan dengan maksimal. “ Dari sisi sumber daya alam, sebenarnya tidak ada alasan masyarakat di kepulauan Nias dikategorikan tertinggal, karena melimpahnya sumber daya alam. Tetapi perlakuan politik yang mengabaikan Nias beberapa dekade menjadikan sumber daya manusianya tidak kreatif dan malah menjadi apatis terhadap dirinya,” ungkap Marwan.


Kondisi ini membuat pria yang menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT RI) sejak Juli 2009, berani menyampaikan kepada Menteri PDT Ir.H.Helmy Faisal Zaini, bahwa mendorong Kepulauan Nias menjadi pusat pertumbuhan sangat mudah bila dibandingkan dengan daerah lain. Yang dibutuhkan hanya keberpihakan dan memberi akses pada masyarakat, maka kreatifitas segera muncul dan bisa menyelesaikan persoalannya sendiri. Karena pada dasarnya masyarakat Nias berkebudayaan tinggi dan penuh dengan kreatifitas.

Akhirnya pemikiran itu dapat diterima oleh menteri, dan sejak itu pula mantan Sekretaris PW NU Sumatera Utara periode 1995-1999 ini pun terus mengawal apa yang dia sebut tentang keberpihakan dan akses dari program yang ada di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT).

Nias akan Menjadi Daerah Impian Masyarakat Dunia

Sumber daya alam dan manusia Nias yang sangat berpotensi membuat pria yang memiliki motto hidup “Jujur Bersikap, Berani Bertindak” ini yakin, bahwa Nias dimasa yang akan datang menjadi daerah impian masyarakat dunia. Semua orang akan bangga bercerita telah sampai di Nias.

“ Saya berkeyakinan, Nias masa datang adalah daerah impian masyarakat dunia seperti Bali, semua orang akan bangga bercerita telah sampai di Nias. Itu terjadi bila potensi pariwisata telah tergarap dengan baik, kesuburan tanah sudah bisa dimanfaatkan, dan budaya berkeseniaan tinggi telah berkembang lagi,” tuturnya.
Menurut Marwan, tanah yang sangat subur harusnya bisa menjadikan sektor pertanian menjadi salah satu andalan. Namun sayang, saat ini sektor tersebut belum tergarap dengan baik. Karet yang selama ini menjadi unggulan masyarakat Nias, namun Nias sendiri tidak memiliki perkebunan karet. Kakao yang jadi penopang juga belum dikelola dengan maksimal. Ternak babi yang dijalankan secara tradisionil juga tak mampu memasok kebutuhan Nias.

Sektor pariwisata juga belum diolah dengan baik. Padahal, keindahan alam dan budaya Nias bisa dijadikan andalan.

Saat ini, salah satu yang menjadi kendalanya adalah infrastruktur di Pulau Nias belum memadai untuk menunjang pulau terluar ini sebagai negeri impian.

Membangun infrastruktur merupakan tugas pemerintah. Itu yang dimaksud pengagum Gus Dur dan Gorbachev ini dengan keberpihakan. Sedangkan yang perlu didorong pada masyarakat adalah kemahiran berkreatifitas. Upayanya memang harus membangun infrastruktur dan pemerintah daerah harus gencar meyakinkan pemerintah pusat atau juga mengundang investor.

“ KPDT sebenarnya ingin segera melepaskan Nias dari kategori daerah tertinggal, karena sumber daya alamnya sangat mendukung. Tetapi anggaran KPDT sangat terbatas. maka programnya juga bersifat stimulant. Baik infrastruktur berupa jalan, jembatan, irigasi, dermaga dll, juga pendidikan, kesehatan, pertanian berupa bibit, pupuk, obat obatan, ataupun penguatan kelembagaan,” katanya.

Penguatan kelembagan sangat penting karena ini faktor manusia. Jika kemandirian dan kreatifitas tinggi manusianya sudah muncul, maka sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Semua program KPDT bisa masuk sesuai permohonan daerah. Tergantung sisi apa yang paling mendesak dan berpotensi mendorong pertumbuhan dan munculnya kemandirian. Total anggaran bervariasi, antara 30 miliar sampai 50 miliar rupiah per kabupaten/kota. Hal ini ternyata menjadi andalan bila dibandingkan dengan kementerian lain.

Jatuh Cinta Kepada Nias

Menghabiskan masa kecil dalam suasana ketertinggalan dan keterbatasan telah menempa semangat pria kelahiran Pangikiran, Tapanuli Selatan (sekarang Padang Lawas), 12 Juni 1962 ini bertekad untuk maju. Akrab dan mahir dengan pisau penyadap untuk menderes, membuat bapak tiga orang anak ini paham betul tentang kehidupan para petani karet di Nias. Tak jarang, untuk mengetahui kondisi para petani secara langsung, Marwan rela keluar masuk desa dengan berjalan kaki puluhan kilometer.

Satu hal yang paling berkesan dari suami Ismah Amrina ini adalah karakter masyarakat Nias yang menurut dia masih menjunjung tinggi adat istiadat dan toleran terhadap perbedaan, “ Apa yang pernah diceritakan orang dari mulut ke mulut bahwa Nias itu sangat menakutkan ternyata tidak terbukti. Pulau Nias sangat indah. Masyarakatnya ramah dan terbuka terhadap pendatang,” ujarnya.

Ditanya soal makanan kesukaan bila berada di Nias, pria yang menyenangi lagu berlirik kritis ini menjawab sangat suka dengan menu ikan bakar dan gulai. “ Saya punya banyak tempat makan favorit saat berada di Nias. Saya sangat menggemari menu ikan bakar dan gulai. Di Nias, ikannya segar-segar,” tuturnya.
Pria yang aktif berorganisasi ini berjanji, dengan segala kemampuannya akan turut mendorong melepaskan Nias dari kategori daerah tertinggal , sehingga suatu saat nanti kerinduannya melihat Nias menjadi negeri impian masyarakat dunia bisa terwujud. [DESTY HULU]

Tulisan pernah dimuat di NiasPost.Com

Menguji Adrenalin di Pantai Ladeha


 
Deburan ombak seakan tak pernah lelah membentur bebatuan besar nan tinggi di Pantai Ladeha. Bebatuan itu seolah hendak menjaga kolam alam bening yang ada di sebelahnya dari amukan gulungan ombak. Kolam seukuran 10×7 meter itu menjadi primadona bagi setiap pengunjung yang datang ke pantai yang terletak di Desa Lölömoyo, Kecamatan Amandraya, Kabupaten Nias Selatan ini.

Betapa tidak, kolam dengan kedalaman 3 meter itu menjadi surga bagi para pengunjung yang pandai berenang dan ingin uji nyali menyelam sambil menikmati indahnya biota laut.
 
Pada saat-saat tertentu, hempasan air laut akan melewati bebatuan yang mencapai 5 meter, kemudian masuk ke kolam yang terbentuk secara alami itu. Dan itu adalah tontonan yang sangat menarik perhatian setiap pengunjung.

Pantai Ladeha terletak sekitar 36 kilometer dari pusat Kota Telukdalam, dan jarak dari jalan provinsi kabupaten menuju lokasi sekitar 1,5 kilometer. Akses jalan menuju pantai sudah mulai memadai. Pembangunan jalan rabat beton yang dilaksanakan oleh PNPM-Mandiri pada 2010, dan pembangunan jalan sepanjang 300 meter dengan dana yang bersumber dari APBD 2012 juga semakin memudahkan pengunjung mencapai pantai yang juga dikenal dengan nama Lala Dönu Harazaki ini.

Tiga Dimensi

Berkunjung ke Pantai Ladeha bagai melihat pemandangan tiga dimensi yang mengagumkan. Sisi kanan pantai terdapat hamparan pasir putih yang cukup luas. Biasanya para pengunjung memanfaatkan tempat ini untuk berenang, karena gelombang laut di daerah itu tidak begitu besar.

Bila ingin menikmati tempat yang lebih menantang, pengunjung bisa beralih ke sisi kanan pantai. Saat memasuki lokasi yang di penuhi bebatuan besar ini, pengunjung harus melewati gua yang merupakan pintu gerbang menuju kolam alam andalan Pantai Ladeha.

Bila tidak ingin berenang, pengunjung juga bisa menguji adrenalin dengan menaiki puncak bebatuan dan menikmati gelombang laut yang menghempas bebatuan. Pengunjung harus berhati-hati saat berada di puncak bebatuan, karena selain gelombang laut yang bisa mengenai pengunjung, di puncak bebatuan juga angin sangat kencang.

Salah satu pengunjung Elfi Laia (22) mengatakan, Pantai Ladeha cocok untuk dijadikan objek wisata keluarga.

“Pantai Ladeha merupakan pantai yang indah dan cocok untuk dijadikan objek wisata keluarga. Ombak yang indah dan pasir yang putih serta batu-batu dan karang di laut semakin melengkapi indahnya pantai ini. Hanya saja sangat disayangkan karena kondisi jalan menuju Pantai Ladeha belum dapat dilewati kendaraan roda empat,” ujar Elfi.

Mulai Dilirik Investor Asing

Pantai Ladeha mulai dikenal pascagempa bumi dan tsunami yang melanda Pulau Nias pada 2005. Pada saat itu air laut surut, sehingga membentuk pantai dengan hamparan pasir putih.
“Dulunya, Pantai Ladeha tidak bisa dimasuki oleh masyarakat, karena gelombangnya sangat besar. Pascabencanasetelah air lautnya surut, mulailah para wisatawan asing berselancar di daerah yang ada pasir putih. Sejak itu, pengunjung Ladeha terus bertambah. Pengunjung bisa mencapai 2000-3000 orang per minggu,” ujar tokoh masyarakat Yakin Nudin Y Laia.

Yakin menuturkan, kata Ladeha berarti dicabut. Nama ini diberikan oleh masyarakat setempat karena di Pantai Ladeha, orang-orang juga biasa memancing ikan. Selain bisa menjadi tempat memancing, menjelang senja, bila cuaca bagus, pengunjung juga bisa menikmati indahnya matahari terbenam.

Meski minim fasilitas, tetapi minat masyarakat untuk mengunjungi pantai ini cukup besar. Terbukti hingga saat ini, setiap hari minggu, jumlah pengunjung bisa mencapai 500 orang. Menurut Yakin, perhatian pemerintah terhadap objek wisata Pantai Ladeha sangat rendah. Meskipun lokasi sekitar pantai cukup bersih, tetapi masih diperlukan penataan yang lebih baik.

Pada Februari 2012, dua investor asal Singapura berkunjung ke Pantai Ladeha. Promosi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan di Sumatera Expo 2011 di Batam mampu menarik calon investor ini untuk mensurvei daerah tujuan wisata di Nias Selatan. Meskipun hingga saat ini belum ada realisasi dari kunjungan tersebut, tetapi setidaknya Pantai Ladeha sudah mulai menarik perhatian dunia.

Kepala Bidang Pemasaran dan Promosi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan Arianis Duha mengatakan, Pantai Ladeha itu ibarat Tanah Lot-nya Nias Selatan.

“Saya pernah ke Bali, dan menurut saya, suasana Pantai Ladeha ini mirip dengan Tanah Lot di Bali. Bila ditata dengan baik, tidak tertutup kemungkinan Pantai Ladeha bisa menjadi salah satu objek wisata andalan Nias Selatan”, ujar Arianis saat ditemui di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan, Jalan Lagundri Km 7, Fanayama, Kamis (14/2/2013).

Meskipun belum menjadi prioritas utama, pemerintah harus tetap memperhatikan nasib objek-objek wisata yang tersebar di beberapa daerah di Nias Selatan. Karena sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang bisa menjadi andalan sumber PAD dan sarana memperkenalkan Nias Selatan kepada dunia. [DESTY HULU]

Tulisan pernah dimuat di www.nias-bangkit.com