Memaknai 59 Tahun GPdI di Pulau Nias




“Kobarkan Api Pantekosta”, demikianlah tema yang diusung pada acara peringatan hari ulang tahun Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Ke – 59 di Pulau Nias, yang diselenggarakan pada Minggu (4/12/2011) di lapangan Merdeka, Kota Gunungsitoli.

Pdt.Fa’ano Mendröfa, ketua panitia pelaksana, dalam sambutannya mengajak seluruh jemaat untuk terus mengobarkan “Api Pantekosta”, menyebarkan Injil, dan menjangkau jiwa, serta mengadakan mujizat-mujizat untuk kemuliaan nama Tuhan.

Perayaan yang dihadiri sekitar 15.000 jemaat dari seluruh Kepulauan Nias itu diawali dengan pawai dari lapangan Pelita menuju lapangan Merdeka Gunungsitoli, maena rohani, dan koor yang dibawakan oleh sekitar 400 jemaat.

Keberadaan GPdI di tengah-tengah masyarakat diharapkan mampu menarik kembali saudara-saudara seiman yang sudah terbawa arus penyakit-penyakit sosial yang terus berkembang sekarang ini. Hal ini disampaikan oleh Yasona Laoly, anggota DPR-RI.

“Saya berharap GPdI mampu menarik saudara-saudara kita yang terbawa arus penyakit-penyakit sosial yang terus berkembang sekarang ini. Saya juga mengajak kita semua untuk mendoakan para anggota DPR yang saat ini sedang membahas tentang Undang-undang kerukunan beragama” ujar Yasona Laoly dalam sambutannya pada perayaan ulang tahun gereja yang sudah ada di Pulau Nias sejak tahun 1952 itu.
Perayaan HUT diakhiri dengan ibadah Natal bersama yang dilayani Pdt. D.Y.Surbakti, Ketua Majelis Daerah Sumut-NAD.

Hadir pada saat itu, anggota DPR-RI, Yasona Laoly, Ketua Majelis GPdI Daerah Sumut-NAD, Pdt.D.Y.Surbakti, Wali Kota Gunungsitoli, Bupati Kabupaten Nias, Wakil Bupati Kabupaten Nias, Ketua DPRD Kabupaten Nias, Wakil Kapolres Nias.

Sejarah Berdirinya GPdI di Pulau Nias

Berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Pulau Nias tidak lepas dari peran seorang hamba Tuhan bernama Ev.M.Z.Augustus Zebua. Putra Nias asal Desa Hilina’a, Gunungsitoli  ini bekerja sebagai  kepala bagian di Rumah Sakit Standard Vacuum Petroleum Maatschapij (SVPM) atau yang lebih dikenal dengan Stanvac, sebuah perusahaan minyak milik Amerika (1922) yang terletak di Sungai Gerong, 
Palembang, Sumatera Selatan.

Saat tinggal di Palembang, Ev.M.Z.Augustus Zebua masuk di Gereja Pinksterkerk in Nederlansch Indie  
(1940) yang sekarang disebut Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Saat itu gereja tersebut digembalakan oleh Pdt.A.E Siwi, salah satu pendiri GPdI di Indonesia.

Pada tahun 1950, Ev.M.Z.Augustus Zebua meninggalkan pekerjaannya dan memutuskan kembali ke Nias untuk memberitakan Injil. Hamba Tuhan ini memulai pelayanannya dari rumah ke rumah, desa ke desa, bahkan sampai ke beberapa kecamatan yang jauh dari Gunungsitoli. 

Karna pada saat itu belum ada kendaraan untuk ke daerah-daerah, maka terpaksa ia berjalan kaki sampai ke pelosok-pelosok. Ev.M.Z.Augustus Zebua mulai mengadakan persekutuan doa (1952), namanya Sekola Wangandrö. Dimulai di rumah orang tuanya sendiri di Desa Hilina’a, Gunungsitoli. Dalam pelayanan ini berbagai mujizat terjadi, dan semakin banyak jiwa dimenangkan untuk Tuhan.

“Banyak suka dan duka dilewati saat memulai pelayanan dulu” ujar Yaser Zebua (74), putra Ev.M.Z.Zebua.
Mujizat-mujizat yang Tuhan nyatakan melalui Ev.M.Z.Zebua semakin membuat orang-orang terheran-heran dan memutuskan untuk bergabung dalam persekutuan doa tersebut. Namun ada juga orang-orang yang mengolok-olok dengan mengatakan bahwa persekutuan doa itu sesat, kata Yaser Zebua di sela-sela perayaan hari ulang tahun GPdI ke 59 di Pulau Nias, Minggu (4/12/2011).

Perkembangan pelayanannya semakin pesat. Setelah jemaat Hilina’a, kemudian menyusul beberapa cabang Pos Pelayanan Iman (Pos PI) di beberapa tempat, antara lain di Desa Onozitoli Olora, Desa Lauru Madula, Desa Mazingö, Desa Fadoro Lai’o, Desa Tuhemberua, Desa Lawa-lawa Hilizia, Desa Hiliwarökha, Desa Ombalata Tabaloho, dan Desa Daulo Gidö.

Pada tahun 1959, GPdI di Pulau Nias bergabung di Majelis Daerah Sumatera Utara. Saat ini GPdI di Pulau Nias telah menjadi 6 Majelis Wilayah, 192 Gereja Induk, dengan jemaat sekitar 40.000 jiwa.
[DESTY HULU]

Tulisan pernah dimuat di www.nias-bangkit.com

Berkat Agusman Telaumbanua, Berawal dari Coba-coba



Nama Berkat Agusman Telaumbanua (27) belum cukup familiar dikalangan pecinta musik di Kepulauan Nias. Namun demikian, Berkat telah menambah daftar penyanyi bersuara merdu, saat terpilih menjadi juara I Lomba Duta Bintang Radio RRI Gunungsitoli 2011 pada, Kamis (8/9/2011).
“Hanya coba-coba,” itulah kalimat yang terucap dari pria jangkung pemilik tinggi 173 cm ini, saat Koresponden NBC, Desty Hulu, menanyakan motivasi dia mengikuti ajang yang diselenggarakan RRI Gunungsitoli itu.
 
Berkat sudah memperlihatkan ketertarikan terhadap dunia tarik suara semenjak duduk dibangku SMP. Berbagai perlombaan pernah dia ikuti, seperti lomba vokal solo dan vokal grup tingkat SMP, SMA dan saat menjadi mahasiswa. Bagi Berkat, dalam suatu perlombaan, menang atau kalah bukan menjadi target. “Yang penting hobbi menyanyi dapat tersalur,” kata bungsu dari dua bersaudara ini.

Utusan Nias ke Manado

Sebagai juara dalam ajang olah vokal itu, secara otomatis Berkat menjadi utusan Kepulauan Nias dalam Lomba Bintang Radio Tingkat Nasional di Manado, Sulawesi Utara, pada Oktober 2011. Tidak ada persiapan khusus, namun pria yang aktif sebagai guru seni dan budaya di SMK Kristen BNKP Gunungsitoli ini berjanji, akan mengeluarkan seluruh kemampuan bernyanyi demi  membawa nama Nias diblantika musik tanah air.

“Tidak ada persiapan khusus, Hanya berlatih vokal dan mempersiapkan mental. Kami juga akan mengunjungi wali kota dan beberapa pejabat untuk meminta doa restu,” ujar Berkat,  saat ditemui di Gereja GBI Gunungsitoli, tempat dia melayani sebagai seorang bassist, Minggu (18/9/2011).

“Berkat benar-benar digembleng” ujar Nunung (43), pelatih vokal yang dipercaya melatih Duta Bintang Radio RRI Gunungsitoli 2011. Menurut wanita berdarah Jawa ini, bila Berkat berhasil meraih juara di tingkat nasional merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Nias. Nunung menambahkan, jika menjadi juara pada tingkat nasional, Berkat akan mewakili Indonesia dalam perlombaan tingkat Asean.

Belajar Mandiri Setelah Ditinggal Kedua Orang Tua

Kehilangan ayah pada tahun 2000 dan disusul oleh ibu tercinta pada tahun 2009 membuat Berkat menjadi sosok yang mandiri.  Sejak kejadian itu, Berkat bertekad untuk tidak menyia-nyiakan pendidikan yang telah dia peroleh dari kerja keras kedua orangtuanya. “ Saya hanya bisa menceritakan kesuksesan saya dengan berbicara pada foto mereka, ” ujarnya berusaha menutupi kesedihan.

Kemandirian yang seolah telah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari Berkat, tercermin juga dari cara dia mengajar. Kepada setiap siswa, Berkat tidak pernah mentolelir keterlambatan maupun kelalaian mengerjakan tugas. “Melalui disiplin, siswa dapat belajar mandiri tanpa harus bergantung pada orang lain,” kata pria yang telat menyelesaikan kuliah ini, karena lebih memilih menjadi guru.

Walau masih  berstatus guru honorer, Berkat menjalani profesi itu penuh tanggung jawab. Terbukti pada Minggu (18/9/2011), dengan penuh semangat dia mendampingi anak didiknya tampil membawakan lagu-lagu pujian di Gereja BNKP Jemaat Hosiana, Kota Gunungsitoli. (A1-KG)

Tulisan pernah dimuat di www.nias-bangkit.com