Photos

3-latest-1110px-slider

Murniati Dachi : Jabatan Harus Dipertanggungjawabkan Di Hadapan Tuhan


 
Dipercaya menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, bagi Murniati Dachi, SKM, MM, M.Kes merupakan jabatan yang harus dijaga dan dilaksanakan sebaik mungkin. Karena menurut perempuan kelahiran Telukdalam, 27 Oktober 1973 ini, jabatan yang diemban harus dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan.

Keseriusannya dalam menjalankan tugas sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan selalu tampak dari cara kerjanya. Murniati selalu menuntut semua stafnya untuk bekerja semaksimal mungkin. Meskipun dekat dengan para stafnya, namun Murniati tidak segan-segan menegur mereka apabila ada yang bekerja asal-asalan.

Bukan hanya menjalankan program unggulan pemerintah daerah, perempuan yang akrab disapa Bunda ini juga sering melakoni tugas yang berada di luar jabatannya. Namun, semua dilaksanakan semaksimal mungkin demi memberikan yang terbaik untuk Nias Selatan.

Lihat saja kesibukannya saat menjadi Ketua Umum Panitia Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG) Pra Sidang Raya XVI PGI 2014 di Kabupaten Nias Selatan, semua rangkaian kegiatan benar-benar dipersiapkan dengan baik. Bahkan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tidak jarang Murniati harus bekerja hingga larut malam.

Bercita-cita Menjadi Wanita Karir

Meskipun bercita-cita menjadi seorang wanita karir, namun Murniati tidak membantah saat orang tuanya memintanya melanjutkan pendidikan di bidang kesehatan. Kepatuhannya itu membawanya menjadi seorang pejabat seperti sekarang ini.

Cita-cita saya dari dulu ingin jadi wanita karir, tapi karena orangtua menghendaki saya harus jadi orang kesehatan, sebagai anak, ya patuh dengan keinginan orang tua, tapi sekarang saya mengerti, ini rencana Tuhan yang selalu memberi yang terbaik dalam hidup kita, ujarnya pada IndoNias.

Dituturkan Murniati, dalam keluarganya ada tradisi terkait masalah pendidikan. Seorang anak perempuan tidak perlu mengecap pendidikan terlalu tinggi, yang penting berpendidikan dan bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan yang pria tidak dianjurkan menjadi PNS tapi wiraswasta.

Menyelesaikan pendidikan D-III Keperawatan ternyata tidak membuat Murniati puas. Setelah berkeluarga, istri dari Elkarya T Wau ini kembali melanjutkan pendidikannya hingga Strata 2.
Tradisi dalam keluarga tidak membuat orang tua Murniati menghalangi niat baik putrinya itu. Bahkan saat melanjutkan pendidikan di luar daerah, anak-anak Murniati yang saat itu masih balita dirawat oleh orang tuanya.

Menjalani peran sebagai istri, ibu dan pejabat publik bukanlah hal yang mudah. Namun Murniati menyadari, bahwa Tuhan tidak pernah berjanji bahwa hidup ini tak pernah berduri, namun Tuhan berjanji selalu menjaga dan memelihara serta memegang tangan kita dalam menjalani hidup.

Filosofi ini saya pegang teguh dan saya implementasikan dalam setiap langkah kehidupan saya, sehingga saya punya keseimbangan dari semua aspek dalam menjalani hidup terlebih lebih dalam karir saya, ungkapnya.

Dukungan keluarga terlebih-lebih suami tercinta juga berpengaruh dalam kehidupannya. Menurut ibu dari dua orang anak ini, Tuhan sudah mempersiapkan suaminya dalam mendampingi hidupnya.

Menjabat sebagai seorang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah membuat Murniati sadar, bahwa setiap perempuan mempunyai kewajiban dalam mengisi pembangunan.

Kepada kaum perempuan, penerima Kartini Award 2014 ini berpesan, agar kaum perempuan membangun konsep diri sebagai perempuan sehingga bisa menjadi berkat bagi sesama. Perempuan dan laki laki memang Tuhan ciptakan berbeda tapi bukan untuk dibeda-bedakan. Kaum perempuan jangan mengebiri diri sendiri dengan kebiasaan sosial di masyarakat yang belum tentu sebagai sebuah kebenaran tapi hanya sebagai sebuah kebiasaan yang dibenarkan.
Kita harus mampu berdiri sejajar dengan kaum pria dari semua aspek kehidupan tanpa mengabaikan kodrat kita sebagai kaum perempuan, tegasnya. (in/007)
BIODATA
Nama lengkap                : Murniati Dachi, SKM, MM, M.Kes
Tempat/Tanggal lahir  : Telukdalam, 27 Oktober 1973
Suami                                : Elkarya T Wau, SKM., MM., MKes
Anak                                  : Therry Prosperita Karnifani Wau
                                             Immanuel Karya Juang Wau

Pendidikan

SD Katolik Bintang Laut Telukdalam (1985)
SMP Negeri  Telukdalam (1988)
Sekolah Perawat Kesehatan Gunung Sitoli (1992)
Program Pendidikan Bidan Gunungsitoli (1993)
D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Medan (2005)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Sumatera Utara (2008)
Program Pascasarjana Studi Magister Manajemen Universitas HKBP Nomensen Medan (2011)
Program Pascasarjana Studi Magister Manajemen Kesehatan STIE Indonesia Malang (2012)

Pekerjaan

CPNS (1993)
Kasi Kessos di Kelurahan Pasar Telukdalam (2006)
Kasi Sarana dan Prasarana pada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2008)
Kasi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Gizi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2009)
Kabid Pembinaan dan Pengembangan Program pada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2011)
Kabid Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2011)
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2012)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2013 - sekarang)

Penugasan Khusus 

Ketua Umum Panitia Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG) Pra Sidang Raya XVI PGI 2014 di Kabupaten Nias Selatan (2011 - sekarang)

Penghargaan
Satyalancana Karyasatya X Tahun(KEPPRES No. 065/TK/Tahun 2009, Tanggal 25 November 2009)

Tulisan pernah dimuat di WWW.IndoNias.Com

Antonius Dachi, Pemburu Ombak dari Sorake

 
 
Kecintaannya pada dunia selancar membuatnya terobsesi untuk menaklukkan gulungan ombak di lokasi-lokasi yang belum pernah tersentuh oleh peselancar mana pun. 

Bukan hanya untuk menyalurkan hobi yang sudah digemarinya sejak kanak-kanak, Antonius Dachi (28), bermimpi suatu hari nanti, para pecinta selancar dari berbagai belahan dunia bisa melakukan perjalanan keliling Pulau Nias untuk berselancar di berbagai tempat yang berbeda.

Bagi peselancar profesional, menentukan kelayakan suatu lokasi yang akan dijadikan tempat untuk berselancar bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya pengetahuan tentang alam di sekitar lokasi, namun juga dibutuhkan keberanian untuk mencoba menaklukkan gulungan ombak yang bisa mencapai belasan meter. Bila salah menyurvei, maka akibatnya bisa fatal.

“ Untuk beberapa point yang saya anggap berbahaya, saya selalu bertanya pada nelayan yang berada di sekitar lokasi, untuk mengantisipasi resiko isi alam, seperti misalnya keberadaan ikan hiu, dan situasi karang, setelah kita dapat informasi, kita baru bisa memutuskan, akan main atau tidak di point tersebut,” kata pria yang akrab dipanggil Anton ini.

Menurut pria kelahiran 15 Oktober 1985 ini, hal yang paling berbahaya pada olah raga selancar adalah karang-karang berdiri. “ Seperti saat menemukan salah satu point beberapa waktu lalu, keyakinan saya waktu main di tempat tersebut, di saat surut, banyak rumput laut terlihat di sekitar karang yang rata, ditambah informasi lainnya, akhirnya saya memutuskan untuk main di situ,” ujarnya.

Berbekal pengalaman saat melakukan ekspedisi di beberapa lokasi selancar di Bali, serta ilmu yang didapat saat mengikuti pelatihan pramuwisata tingkat junior yang diadakan oleh Unesco, peraih juara 1 kontes selancar di Bali pada tahun 1999 ini mulai mencari lokasi baru untuk berselancar. Tercatat ada beberapa lokasi selancar yang ditemukan oleh pengagum Luck Agen ini. Salah satunya Ema Right (2010), lokasi yang ditemukannya bersama salah seorang peselancar asing.

Awalnya Belajar Dengan Papan Selancar Patah

Sering menyaksikan para peselancar asing bermain di Sorake, membuat Anton yang saat itu masih kecil tertarik untuk mencoba olah raga bergengsi itu. “ Pertama kali belajar, papan selancar yang dipinjamkan seorang turis pada saya itu papan selancar yang sudah patah,” kenang Anton.

Kepada Takana, Anton menuturkan, saat ini dia selalu mewakili peselancar lokal adu kemampuan saat para peselancar profesional dunia berkunjung ke Nias Selatan. “ Untuk sekarang ini, saya bisa mewakili kita disaat para profesional dunia datang kemari,” imbuhnya.

Seorang fotografer Savier Arana pernah mensponsori ayah dua orang anak ini. Selama 3 bulan, mahasiswa STIE Nias Selatan ini bermain di beberapa lokasi selancar di Nias Selatan, dan fotografer tersebut membuat foto dokumenternya.

Pada tahun yang sama, fotografer asal Uruguay tersebut membawa Anton ke Bali untuk diikutsertakan dalam sebuah kontes lokal yang diselenggarakan oleh Magic Wave. Juara 1 yang berhasil dimenangkan oleh Anton pada kontes tersebut, membuat banyak pihak yang ingin menjadi sponsor pria yang fasih berbahasa Inggris ini.

Berbeda dengan teman-teman seangkatannya yang memilih bekerja di luar daerah dengan penghasilan yang tidak sedikit, hanya dengan berbekal sertifikat pelatihan pramuwisata tersebut, rasa tanggung jawab terhadap perkembangan dunia selancar di Pulau Nias, membuat Anton yang kini disponsori oleh salah satu merk papan selancar ini lebih memilih untuk tetap tinggal di tanah kelahirannya, sambil menunggu impiannya menjadi nyata. [DESTY HULU]

Biodata

Nama Lengkap : Antonius Dachi
Tempat Lahir    : Hilimaniamölö
Tanggal Lahir   : 15 Oktober 1985
Istri                   : Melianti Laia
Anak                 : 1. Wiji Falehamböwö Dachi
                            2. Ruben Zisökhi Dachi

Tulisan pernah dimuat di Tabloid Takana

Mengembalikan Roh Pariwisata di Nias Selatan

            
Di era 70-an hingga 80-an, roh pariwisata pernah hadir di Nias Selatan. Pesonanya mampu menghipnotis dunia hingga kawasan objek wisata dibanjiri wisatawan asing. Namun seiring berjalannya waktu, roh yang pernah mengharumkan nama Nias Selatan itu, menghilang entah kemana.

Para pemerhati hingga pelaku industri pariwisata angkat bicara. Lagi-lagi pemerintah daerah menjadi sasaran empuk untuk menumpahkan kekesalan. Pemerintah daerah dituding tidak peduli pada sektor yang menjadi andalan daerah berpenduduk 365.000 jiwa itu.

Uneg-uneg yang mengendap bertahun-tahun lamanya ditumpahkan saat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias Selatan mengajak para pemerhati dan pelaku industri pariwisata untuk berdiskusi. Namun para pelaku pariwisata di Nias menyambut positif langkah dinas kebudayaan dan pariwisata yang ingin menghidupkan kembali pariwisata di Nias.

“Jadi ada harapan baru, lebih-lebih kepala dinas baru begitu semangat. Titik terang itu sudah mulai kelihatan. Memang terus terang kita kaget, karena seakan-akan dinas pariwisata hidup kembali,” tutur Herman Waruwu, pengelola Pantai Baloho Central Beach dalam diskusi tersebut.

Lebih lanjut Herman berharap, ada pertemuan rutin antara pemerintah daerah dengan pemerhati dan pelaku industri pariwisata, sehingga bisa mencapai sebuah kesepakatan, dan yang terpenting, ada tindakan nyata yang dilakukan.

Dari Lampu Jalan Hingga Payung Hukum

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata punya pekerjaan rumah yang cukup banyak. Berbagai kritik dan saran dari para pemerhati dan pelaku industri wisata terus mengalir pada dinas yang kini dipimpin oleh Faböwösa Laia itu. Penerangan lampu jalan menjadi salah satu hal yang mendesak. Hal ini disebabkan sepanjang jalan menuju objek wisata Lagundri dan Sorake, bila malam hari suasana sepanjang jalan sangat gelap gulita.

Selain pemasangan lampu jalan, pembangunan jalan setapak di beberapa titik di area pantai Sorake juga jadi perhatian. Hal ini untuk memudahkan akses para peselancar ke lokasi selancar tanpa harus kesakitan karena menginjak karang. Pembuatan jalan setapak juga memudahkan proses evakuasi jika ada kecelakaan yang terjadi di laut.

Para pemerhati pariwisata juga menyarankan agar ada payung hukum dalam penetapan lokasi objek wisata, agar ada perlindungan terhadap pasir di sekitar objek wisata pantai, tata ruang, dan perlindungan terhadap potensi yang ada. Bahkan, mereka menyarankan agar penambang bahan galian golongan C yang selama ini semakin meresahkan diberikan shock therapy.

Kapal-kapal pariwisata dari luar daerah juga perlu ditertibkan. Selama ini, kapal-kapal tersebut dapat bebas keluar masuk tanpa memberikan kontribusi apa pun. Dengan membangun dermaga-dermaga labuh di sekitar objek wisata pantai, pengelola dermaga bisa menarik uang retribusi dari kapal-kapal tersebut Ini bisa menjadi sum-ber PAD.

Manajemen tatakelola pariwisata juga harus dibenahi. Seharusnya ada stardar pelayanan hotel dan restoran, sehingga wisatawan yang berkunjung betah dan merasa nyaman. Setiap karyawan harus tahu bagaimana seharusnya menyajikan sesuatu dengan baik, dan menyenangkan tamu. Hal bisa ini bisa diwujudkan melalui pelatihan pramusaji, pramuwisata, dan memberi pendidikan kepada masyarakat agar menjadi masyarakat yang sadar wisata. 

Paket wisata dengan penjadwalan yang rutin juga dapat menjadi salah satu daya tarik yang bisa diterapkan. Menyediakan fasilitas Wi-Fi di objek-objek wisata unggulan juga menjadi pertimbangan. Bahkan ada yang menyarankan agar beberapa kamera dipasang di pantai Sorake, sehingga seluruh dunia bisa menonton siaran langsung selancar melalui video streaming selama 24 jam non stop.

Pembentukan organisasi, seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA), Asosiasi Profesional Pariwisata Indonesia (ASPPI), juga dibutuhkan, supaya ada koneksitas antara pemerintah daerah, provinsi, dan pusat.

Tiga Pilar Harus Dikuatkan
 
Dalam program prioritas daerah Nias Selatan, bidang pariwisata berada pada urutan keempat setelah bidang pendidikan, kesehatan, dan tata ruang kota. “Pengembangan pariwisata bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah. Tiga pilar yang harus dikuatkan di sana, yaitu pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha,” tutur Faböwösa Laia, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias Selatan.

Menurut Faböwösa, perilaku masyarakat di sekitar objek wisata juga berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata, karena apapun sentuhan pariwisata yang mau dilakukan, kalau perilaku manusianya tidak terbuka terhadap pengembangan pariwisata, maka sampai kapan pun tidak akan berkembang. Itu salah satu hal sederhana yang harus dibenahi.

Karena keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala dalam mewujudkan semua program dalam waktu bersamaan, maka pengembangan pariwisata cukup dimulai dari hal-hal yang kecil.

“Tidak perlu secara keseluruhan, cukup dengan cara bertahap. Contohnya, menghadirkan menu-menu pariwisata di objek-objek yang menjadi unggulan, seperti di pantai Lagundri, pantai Sorake, Desa Adat Bawömataluo, dan sekarang muncul idola baru, pantai Baloho Central Beach,” ujar Faböwösa Laia.

Faböwösa melanjutkan, roh pariwisata di Nias Selatan ini sudah pernah hadir. Daerah Lagundri, Sorake itu pernah banjir wisatawan asing. “Roh itu, kita harus jujur mengatakan sudah hilang. Mudah-mudahan dengan kebersamaan kita semua, pelan tapi pasti, kita akan mengem¬balikan roh pariwisata itu,” katanya.

Sementara salah seorang mahasiswa STIE Nias Selatan Jurusan Manajemen Harapan Bawaulu mengatakan, pariwisata Nias Selatan saat ini memang semakin berkembang. “Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian pemerintah daerah da¬lam penyediaan sarana dan prasarana,” ujar Harapan.

Dengan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha, maka roh pariwisata akan kembali hadir di Nias Selatan, dan siap menghipnotis dunia. [Desty Hulu]

Tulisan pernah dimuat di NiasPost.Com